Sejarah Keuskupan Pangkalpinang

Kronologi Singkat dari Misi Awal Sampai pada Masa Para Pengembala.

PROFIL

Martin da Silva, Pr

11/23/20246 min read

Sejarah Keuskupan Pangkalpinang

(Kronologi Singkat dari Misi Awal Sampai pada Masa Para Pengembala)

I Misi Awal

Pada tanggal 27 Desember 2023 Keuskupan Pangkalpinang merayakan 100 tahun keberadaannya sebagai Gereja yang mandiri. Untuk sampai pada perayaan syukur tersebut, benih-benih iman Katolik telah tumbuh dan berkembang sejak tahun 1830. Pada tahun tersebut, seorang awam, yang bekerja sebagai tabib/semacam dokter, datang ke Muntok, kota Pelabuhan kecil, di Bangka Barat.

Tabib itu bernama Paulus Tsen On Ngie. Tabib inilah yang pertama kali membawa dan memperkenalkan Agama Katolik di wilayah Keuskupan Pangkalpinang. Dia berasal dari Cungphin, Tiongkok. Ia datang ke Pulau Bangka bersama rombongan dari Tiongkok untuk bekerja di pertambangan Timah.

Setelah ia dibaptis, ia ke di Pulau Bangka. Awal berada di Pulau Bangka, Dia tergerak untuk memperkenalkan Agama Katolik. Beliau dengan semangat memperkenalkan Yesus, seolah olah ia dilahirkan sebagai Rasul Injil. Walaupun ia sendirian di tengah orang-orang yang belum mengenal Yesus, imannya tidak luntur. Ia tidak menyembunyikan imannya sebagai orang Katolik, di rumahnya ada sebuah altar yang memang lazim di setiap orang Cina. Bedanya, di altar tersebut, ia tidak meletakkan symbol dewa-dewa seperti tradisi Konghucu melainkan salib dan gambar/patung Yesus, Bunda Maria, dan para orang Kudus lainnya.

Altar unik ini menimbulkan pertanyaan bagi pasien yang datang berobat ke rumahnya. Kesempatan yang baik bagi Rasul Awam ini untuk memperkenalkan imannya dan mewartakan kabar gembira tentang Yesus. Beliau juga berkeliling mengobati orang-orang sakit di kampung/parit dan meneguhkan serta menghibur mereka dengan cinta kasih kristianinya. Cara pewartaanya demikian, Agama Katolik dikenal sebagai agama kuli.

Demikianlah secara perlahan-lahan Rasul Awam ini mulai menaburkan Sabda Allah di pulau Bangka. Melalui Rahmat Allah, benih iman ini mulai tumbuh. Beberapa kuli parit timah mulai belajar katekesmus bersama Paulus Tsen, dan setelah dianggap siap mereka dikirim ke Singapura untuk menerima baptisan dan krisma. Paulus Tsen waktu itu memilih Singapura karena ia banyak kontak dengan teman-temannya di Singapura dan Pinang.

Buku-buku doa dan katekesmus bahasa Cina, rosario, gambar-gambar kudus, dan lain-lainnya diperoleh dari Singapura. Ia baru menyadari bahwa Bangka merupakan bagian dari Vikariat Apostolik Batavia setelah ia berjumpa dengan seorang Belanda Katolik yang berkunjung ke rumahnya.

Mgr. Vrancken, Vikaris Apostolik Batavia waktu itu, dikabarkan bahwa ada sejumlah orang Katolik di Bangka, maka pada pertengahan tahun 1849, ia mengutus Pastor Claessens ke Sungai Selan. Pada kunjungan tersebut, Pastor Claessens berkenalan dengan Paulus Tsen dan membaptis 30 orang Cina yang telah dipersiapkannya. Pastor Claessens tak bisa berbahasa Cina, begitu juga Paulus Tsen tak bisa berbahasa Belanda. Tapi pembaptisan dapat dilaksanakan berkat semangat Paulus Tsen yang menggungah hati Pastor Claessens. Dengan demikian, Gereja Katolik di wilayah Keuskupan Pangkalpinang mulai dengan 30 orang Katolik, pada tahun 1849.

Pastor Claessens kemudian berkunjung kembali ke Sungai Selan pada tahun 1851. Pada waktu, kira-kira 24 orang dibaptis berkat pelayanan yang diberikan oleh Rasul Tangguh Paulus Tsen. Perkembangan Umat Katolik ini, dilaporkan kepada Mgr Vrancken, maka pada tahun 1851, Pastor Langenhoff yang baru tiba di Batavia, dikirim ke Pulau Pinang untuk belajar Bahasa Cina Hakka. Kelak, pada tahun 1853 Pastor Langenhoff ditugaskan sebagai pastor yang bertugas di Sungai Selan yang wilayahnya meliputi Kalimantan Barat dan bagian Timur Sumatera. Pada waktu Sungai Selan didirikan, Paulus Tsen diangkat secara resmi sebagai katekis. Agama Katolik mulai hidup di wilayah ini walaupun mengalami berbagai kondisi sulit.

Paulus Tsen On Ngie, Sang Rasul itu, meninggal dunia pada tanggal 14 September tahun 1871, dalam usia 86 tahun. Rasul awam ini wafat meninggalkan jumlah Orang Katolik belum begitu banyak walau ditambah jumlah orang Belanda. Jumlah umat yang kecil tidak lalu berarti kemunduran. Dari waktu ke waktu tumbuhlah iman Katolik di berbagai tempat sehingga muncul para gembala tertabis yang memimpin dan mengarahkan umat.

Selanjutnya, pada tanggal 30 Juni 1911, ketika Prefektur Apostolik Sumatera berdiri, seluruh wilayah Keuskupan Pangkalpinang, yang terdiri dari Pulau Bangka, Pulau Belitung, dan Kepulauan Riau, tercakup dalam Prefektur Apostolik Sumatera, yang sebelumnya masuk dalam Vikariat Apostolik Batavia/Jakarta.

II Para Pengembala

Saat berangkat dari Tiongkok, Rasul awam ini belum menjadi Katolik. Ia baru menjadi Katolik pada tahun 1827, dibaptis oleh seorang Pastor di Pinang, Malaysia. Tidak jelas mengapa ia sampai terdampar di Pulau Pinang, tetapi melihat profesinya sebagai Sinshe/Sinsang (tabib obat tradisional Cina), mungkin ada kaitannya juga karena Pulau Pinang yang ramai dengan perdagangan. Selain itu, Pulau Pinang juga merupakan pusat misi penting karena di sana ada Seminari Tinggi Gabungan yang telah didirikan tahun 1808 dan dikelola oleh imam-imam Diosesan Misionaris di Paris. Banyak imam-imam pribumi Asia Timur yang dididik di seminari ini, termasuk kelak Pastor Mario John Boen. Pastor Diosesan pertama bukan hanya di Keuskupan Pangkalpinang tetapi juga di Indonesia.

Setelah itu, pada tanggal 23 Desember 1923, Pulau Bangka, Pulau Belitung, Kepulauan Singkep, Kepulauan Riau, dan Pulau-pulau di Laut Cina Selatan, yang termasuk wilayah Indonesia, secara resmi menjadi Prektur Apostolik tersendiri, lepas dari Apostolik Sumatera. Prefektur Apostolik untuk wilayah baru ini adalah MGR. THEODORUS HERKENRATH, SSCC (1924-1928).

Pada tahun 1928 Mgr. Theodorus Herkenrath, SSCC, diganti oleh MGR. VITUS BOUMA, SSCC (1928-1945). Perkembangan cukup pesat di kurun waktu ini. Sejumlah stasi didirikan pada waktu ini, dalam perkembangannya menjadi paroki-paroki. Pada tahun 1928 jumlah Umat Katolik kira-kira sudah mencapai 891 jiwa.

Pada tahun 1935 seorang Imam Pribumi Etnis Tionghoa ditabiskan menjadi imam. Pastor ini bernama Yohanes Boen Thiam Kiat, yang bukan saja dikenal sebagai Imam Projo Pertama dari Keuskupan Pangkalpinang tapi juga menjadi Imam Projo Pertama di Indonesia. Pada tanggal 13 Januari 1937, Mgr. Vitus Bouma mendirikan Kongregasi Suster Dina dari Pangkalpinang. Sekalipun masa pendudukan Jepang cukup menghambat perkembangan pertumbuhan Gereja Katolik di wilayah ini, namun tidak melumpuhkan secara total.

Para Misionaris dari luar ditahan, ada yang meninggal dunia dalam tahanan Jepang. Setelah pendudukan Jepang berakhir, misionaris yang masih hidup melanjutkan karya mereka. Pada tahun MGR. VAN SOEST, SSCC (1946-1951) diangkat menjadi Administrator Apostolik dari tahun 1946-1951. Demikianlah, pada tahun 1947 jumlah Umat Katolik di wilayah ini sudah mencapai kira-kira 2221 orang.

Perkembangan terus berlanjut, sehingga pada tanggal 8 Februari 1951 Prefektur Apostolik ini diubah menjadi Vikariat Apostolik Pangkalpinang. Pada saat itu, MGR. GABRIEL VAN DER WESTEN, SSCC (1951-1961) menjadi Vikaris Vikariat Apostolik Pangkalpinang. Setelah itu, pada tanggal 3 Januari 1961, umat Katolik makin banyak berkembang kira-kira mencapai 5892 orang.

Vikariat Apostolik pun itu berubah menjadi Keuskupan Pangkalpinang, dengan MGR. GABRIEL VAN DER WESTEN, SSCC, (1961-1979) sebagai uskup pertama, yang pengangkatan sebagai Uskup Keuskupan Pangkalpinang di Gereja St. Josef Pangkalpinang, pada tanggal 17 Sepetember 1961.

Bapa Uskup yang berasal dari Belanda ini memimpin Keuskupan Pangkalpinang selama 18 tahun, sampai menyerahkan kepemimpinannya kepada MGR. ROLF REICHENBACH, SSCC, (1979-1987) dengan alasan usia lanjut dan kesehatan. Mgr. Rolf Reichenbach, SSCC, memimpin Keuskupan Pangkalpinang dari tanggal 19 Februari 1979 sebagai Administrator Apostolik Keuskupan Pangkalpinang, sampai tahun 1987.

Pada tanggal 2 Mei 1987, Bapa Suci Sri Paus mengangkat Pastor Hilarius Moa Nurak SVD menjadi Uskup Keuskupan Pangkalpinang. Pastor Hilarius Moa Nurak SVD ditabiskan menjadi Uskup Keuskupan Pangkalpinang pada tanggal 2 Agustus 1987 di Pangkalpinang, saat itu jumlah umat Katolik kira-kira sudah mencapai 17.000 orang. MGR HILARIUS MOA NURAK, SVD (1987-2016) memimpin Keuskupan Pangkalpinang sampai menghembuskan nafas tanggal 29 April 2016. Pada masa ini kegembalaan Mgr Hilarius, SVD Keuskupan Pangkalpinang dibagi menjadi dua dekenat/selanjutnya kevikepan, yaitu Kevikepan Kepulauan Bangka Belitung dan Kevikepan Kepulauan Riau. Masing-masing di kevikepan dipimpin oleh seorang vikep yang menetap di Batam dan di Bangka. Wajah Gereja yang diperkenalkan Mgr Hila adalah wajah gereja partisipatif dengan lokus pastoralnya ada di setiap KBG.

Berhubungan dengan wafatnya Mgr Hilarius Moa Nurak SVD, maka Keuskupan Pangkalpinang dalam posisi tahta lowong. Oleh karena itu, Konggregasi Bangsa-Bangsa, berdasarkan wewenang yang diterima dari Bapa Suci, Paus Fransiskus menunjuk MGR YOHANES HARUN YUWONO (2016-2017) pada tanggal 29 April 2016 sebagai Administrator Apostolik Keuskupan Pangkalpinang. Mgr Yuwono merupakan Imam Diosesan Keuskupan Pangkalpinang yang kala itu menjabat sebagai Uskup Keuskupan Tanjungkarang. Mgr. Yuwono tetap mempertahankan wajah Gereja Partisipatif yang menekankan fokus pastoral di KBG-KBG. Meskipun menetap di Tanjungkarang, Mgr Yuwono menyempatkan diri setiap bulan mengunjungi dan melayani umat di Pangkalpinang, Batam, dan pulau-pulau.

Pada tanggal 28 Juni 2017, Pastor Adrianus Sunarko, OFM, kala itu sebagai Provinsial Ordo Fratrum Minorum (OFM) Provinsi Indonesia. Bapa Suci Paus Fransiskus memilih MGR ADRIANUS SUNARKO, OFM (2017-sekarang) menjadi Uskup Keuskupan Pangkalpinang.

Mgr. Theodosius Herckenrath, SS.CC †Mgr. Theodosius Herckenrath, SS.CC †
Mgr. Vitus Bouma, SS.CC †Mgr. Vitus Bouma, SS.CC †
Mgr. Marcellinus van Soest, SS.CC †Mgr. Marcellinus van Soest, SS.CC †
Mgr. Gabriel Pierre van der Westen, SS.CC †Mgr. Gabriel Pierre van der Westen, SS.CC †
Mgr. Rolf Reichenbach, SS.CC †Mgr. Rolf Reichenbach, SS.CC †
Mgr. Hilarius Moa Nurak, S.V.D. †Mgr. Hilarius Moa Nurak, S.V.D. †
Mgr. Yohanes Harun YuwonoMgr. Yohanes Harun Yuwono
Mgr. Adrianus Sunarko, O.F.M.Mgr. Adrianus Sunarko, O.F.M.